Cara Melakukan Analisis Kebutuhan dalam ESP

Dalam pembelajaran English for Specific Purposes (ESP), salah satu tahap kunci dalam merancang kurikulum dan materi ajar adalah melakukan needs analysis atau analisis kebutuhan. Proses ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan antara kemampuan bahasa Inggris siswa saat ini dengan kemampuan yang mereka perlukan untuk situasi tertentu, seperti di tempat kerja atau bidang studi tertentu.
Konsep ini dipopulerkan secara luas oleh Hutchinson dan Waters (1987) dalam karya klasik mereka English for Specific Purposes: A Learning-Centered Approach. Mereka menyatakan bahwa kebutuhan pembelajar ESP tidak hanya mencakup apa yang harus dipelajari, tetapi juga bagaimana dan mengapa mereka belajar.
Beberapa pendekatan penting dalam needs analysis yang diperkenalkan oleh para ahli ESP termasuk:
- TSA (Target Situation Analysis)
- PSA (Present Situation Analysis)
- LSA (Learning Situation Analysis)
Ketiganya sering digunakan secara bersamaan untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai kebutuhan bahasa siswa.
Pendekatan gabungan TSA, PSA, dan LSA memberikan gambaran komprehensif dalam merancang program ESP yang efektif. Ketiganya saling melengkapi:
- TSA membantu menentukan apa yang dibutuhkan siswa di masa depan,
- PSA menggambarkan kemampuan dan kondisi siswa saat ini,
- LSA memperhatikan kondisi belajar yang tersedia dan sesuai.
Dengan melakukan needs analysis secara menyeluruh dan sistematis berdasarkan ketiga pendekatan ini, pengajaran ESP menjadi lebih relevan, kontekstual, dan dapat meningkatkan keterampilan bahasa Inggris siswa secara signifikan sesuai bidang mereka masing-masing.
Berikut ini penjelasan untuk masing-masing jenis analis kebutuhan ESP:
1. Target Situation Analysis (TSA) – Analisis Situasi Target
Konsep TSA dipopulerkan oleh Johns dan Dudley-Evans (1991), yang menekankan bahwa fokus ESP adalah untuk mempersiapkan siswa menghadapi situasi nyata di masa depan, seperti saat mereka bekerja atau berinteraksi dalam komunitas akademik.
Tujuan TSA adalah untuk menjawab pertanyaan:
“Kemampuan bahasa Inggris seperti apa yang dibutuhkan oleh siswa dalam konteks profesional atau akademik mereka nanti?”
Langkah-langkah TSA:
- Identifikasi konteks target: Misalnya, dunia medis, bisnis, pariwisata, atau teknik.
- Wawancara dengan praktisi atau pengguna akhir: Untuk mengetahui jenis keterampilan bahasa yang dibutuhkan (misalnya: menulis laporan, membaca jurnal, melakukan presentasi).
- Observasi lapangan: Mengamati langsung kegiatan bahasa dalam situasi nyata.
- Analisis tugas (task analysis): Menjabarkan tugas-tugas komunikasi dalam pekerjaan menjadi komponen-komponen bahasa.
Contoh TSA:
Seorang teknisi penerbangan mungkin perlu memahami manual perawatan pesawat dalam bahasa Inggris, berbicara dengan teknisi asing, dan menulis laporan inspeksi.
2. Present Situation Analysis (PSA) – Analisis Situasi Sekarang
Richterich dan Chancerel (1980) memperkenalkan PSA sebagai upaya untuk mengidentifikasi kemampuan bahasa siswa saat ini. Ini penting agar pengajaran tidak dimulai dari nol, melainkan dari titik yang sesuai dengan kapasitas pembelajar.
Tujuan PSA adalah untuk menjawab pertanyaan:
“Apa kemampuan bahasa Inggris siswa sekarang dan kesenjangan apa yang ada antara kondisi ini dan kebutuhan mereka?”
Langkah-langkah PSA:
- Tes diagnostik bahasa: Menilai kemampuan dalam speaking, listening, reading, dan writing.
- Kuesioner dan wawancara siswa: Mengenali latar belakang pendidikan, motivasi, dan pengalaman belajar.
- Penilaian dari guru atau dosen: Untuk mendapatkan masukan objektif tentang kekuatan dan kelemahan siswa.
Contoh PSA:
Siswa SMK Perhotelan mungkin sudah cukup percaya diri berbicara dalam bahasa Inggris dasar, namun belum fasih menggunakan ekspresi formal dalam pelayanan pelanggan internasional.
3. Learning Situation Analysis (LSA) - Analisis Situasi Pembelajaran
Konsep LSA merupakan bagian dari pendekatan learning-centered oleh Hutchinson dan Waters (1987). Mereka mengkritik pendekatan yang hanya berfokus pada kebutuhan linguistik, dan menekankan pentingnya memahami faktor lingkungan belajar, seperti metode mengajar, sarana prasarana, dan gaya belajar siswa,
Tujuan LSA adalah untuk menjawab pertanyaan:
“Apa saja kondisi dan faktor dalam proses pembelajaran yang dapat menunjang atau menghambat pembelajaran ESP?”
Langkah-langkah LSA:
- Identifikasi sumber daya pembelajaran: Buku, teknologi, akses internet, laboratorium bahasa.
- Ukuran kelas dan durasi belajar: Waktu belajar per minggu dan rasio siswa-guru.
- Gaya belajar dan karakter siswa: Visual, auditori, kinestetik, aktif/pasif.
- Motivasi dan kondisi emosional siswa: Apakah siswa termotivasi atau merasa terpaksa belajar ESP?
Contoh LSA:
Siswa kelas ESP di daerah pedesaan mungkin memiliki keterbatasan akses ke internet, sehingga materi pembelajaran perlu dikembangkan secara cetak dan disampaikan secara langsung, bukan berbasis video daring.
Sebaliknya, siswa ESP yang berprofesi sebagai pekerja kantoran yang hanya punya sedikit waktu untuk belajar bahasa inggris, perlu model pembelajaran berbasis internet/daring.